"(MATA) PENA (SERINGKALI) LEBIH TAJAM DARIPADA (MATA) PEDANG" NAPOLEON BONAPARTE.

Rabu, 26 Juni 2013

Resensi Novel Supernova Episode Petir karya Dee



Elektra, Gadis (sebetulnya) Cerdas tapi Polos


Judul               : Supernova Episode: Petir
Pengarang       : DEE
Penerbit           : PT. Truadee Pustaka Sejati
Halaman          : 225 halaman
Terbit               : 2004
Cetakan           : V
Kategori          : Sains-Fiksi
Harga              : Rp 45.000,00

Dalam novel “Supernova Episode: Petir ini menceritakan tentang Elektra, gadis unik dan polos. Unik karena Elektra senang melihat petir sejak kecil, ia pernah kesetrum listrik waktu umur sembilan tahun dan selamat tanpa cedera, dan ia juga pernah lolos dari sambaran halilintar. Elektra tinggal bersama ayahnya, pemilik Wijaya Elektronik dan kakaknya, Watti. Setelah ayahnya meninggal, Elektra tinggal sendiri di rumah peninggalan ayahnya yang besar, sementara Watti harus ikut suaminya ke Tembagapura, Papua. Ia harus mengurus rumah itu sendiri, mulai dari membersihkannya, sampai mengurus keuangan Wijaya Elektronik yang punya banyak piutang tak tertagih. Ia tidak terlalu mengambil pusing atas semua itu, ia tetap menikmati hidup yang sangat sederhana dengan tidur setiap hari, ia hanya akan bangun ketika lapar. Setiap hari yang ia makan hanyalah telur karena keuangan yang  semakin menipis.
Dalam kesendiriannya di rumah itu, Elektra tiba-tiba mendapat tawaran menjadi dosen di STIGAN (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional). ketika sedang mencari perlengkapan untuk melamar ke STIGAN, Elektra bertemu dengan ibu Sati pemilik warung yang menjual rempah-rempah dan barang-barang mistis. Namun, perkenalannya dengan Ibu Sati tidak berhenti sampai disitu saja. Ibu Sati, menemukan adanya keunikan dalam diri Elektra yang bisa dikembangkan dan diarahkan agar bisa dipergunakan dengan lebih baik. Elektra kemudian sering bertemu ibu Sati, entah hanya mampir, membantu ibu Sati di warung, curhat, sampai ia minta untuk diajari bersemedi.
Elektra bertemu teman lamanya, Beatrice, yang ternyata pemilik wartel yang ia gunakan untuk menelpon Watti. Beatrice selain memiliki usaha wartel ia juga merangkap warnet. Kemudian Elektra diajarkan cara membuat email account,. Hasilnya, Elektra kecanduan chatting. Lama-lama Elektra memutuskan untuk membuka warnet juga. Elektra bekerja sama dengan Kewoy dan Mpret dalam membuat warnet lengkap dengan sarana bermain play station dan juga tukang nasi goreng.
Pada suatu hari, secara tidak sengaja Elektra menyetrum Kewoy dan Mpret, mereka sangat terkejut. Namun kekuatan tersebut justru dimanfaatkan oleh bu Sati dan warnet itu pun mengembangkan usahanya menjadi tempat pengobatan alternatif dengan aliran listrik yang dimiliki Elektra. Elektra sempat jatuh sakit karena terlalu memforsir tenaganya. Ibu Sati lah yang membantu Elektra untuk terus mengatur kekuatannya. Belakangan, baru diketahui jika Elektra ternyata juga bisa membaca pikiran seseorang. Pertama kali hal ini disadarinya, ketika Kewoy dengan isengnya meminta rambutnya “dijigrakin”.
Mpret yang cuek bebek dan terkesan tidak suka dengan adanya praktek pengobatan alternatif Elektra, ternyata diam-diam menaruh hati pada Elektra. Kecuekannya itu dan juga ketidaksetujuan atas praktek alternatif itu tujuannya supaya Elektra tidak terlalu lelah. Elektra mengetahui perasaan Mpret tersebut. Pada pesta perayaan ulang tahun Mpret, Kewoy meminta Elektra untuk menunjukkan kebolehannya “menjigrakkan” rambut. Secara otomatis Elektra harus memegang kepala Mpret, dan tiba-tiba Elektra  jatuh pingsan. Kemudian datanglah Bong, yang ternyata adalah sepupu Mpret. Mereka bertemu kembali di Friendster. Ternyata dulu Bong dan Mpret punya hubungan yang erat dan mendalam.
Dalam novel Supernova: Episode Petir ini akhir ceritanya menggantung dan membingungkan sehingga membuat pembaca penasaran. Novel ini juga lebih dekat dengan keseharian kita, sehingga kita tidak perlu berfilosofi. Tokoh-tokohnya terasa nyata, hanya saja dikemas sedikit aneh. Tokoh Elektra, yang (sebetulnya) cerdas tetapi polos; Ibu Sati yang Baik dan bijaksana; Watti yang jahil dan sedikit modern; Kewoy yang konyol dan Mpret yang cool dan cerdas dalam berbisnis. Namun, dalam novel ini kita sedikit dibingungkan oleh berbagai teori-teori kuantum yang ada di dalamnya.
Novel Petir ini menampilkan sesuatu yang berbeda dari dua buku Supernova sebelumnya. Jika pada novel Supernova terdahulu, terkesan serius, misalnya, pada Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh yang diisi dengan berbagai teori-teori sains. Dalam novel Petir, Dee menulis dengan santai, lebih merakyat dan banyak humor-humor atau kata-kata yang tidak membuat kita berpikir seperti pada halaman 166 “Bu saya tahu kenapa ibu memilih pergi ke sini. Oh ya kenapa? Kata orang, disini aktivitas spiritualnya sangat tinggi. Di gua Jepang katanya banyak yang kesurupan. “Wong edan” tukas ibu Sati. Spiritual yang saya maksud lain konotasinya, yang satu bicara tentang jiwa, spirit, yang satunya lagi genderuwo…” Sedangkan dalam novel Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh banyak kata-kata asing yang terlihat begitu sulit untuk dijelaskan sehingga diberi footnote dengan bahasa yang umum untuk memudahkan orang awam dalam membacanya. Namun tetap saja pembaca harus sabar karena novel Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh ini cukup tebal dengan footnote nya yang memakan banyak halaman dalam buku ini.
Menurut saya novel ini tidak cocok dibaca oleh anak-anak, karena anak-anak belum bisa menerima teori-teori yang belum terjangkau oleh pemikiran mereka. Novel ini lebih cocok dibaca oleh orang dewasa karena terdapat motivasi-motivasi tersendiri dalam menghadapi kenyataan hidup yang terkadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

1 komentar:

Liu mengatakan...

iya bener banget, awalnya aku tahu dee itu gak sengaja beli novel eh.. keterusan suka deh

Posting Komentar

Rabu, 26 Juni 2013

Resensi Novel Supernova Episode Petir karya Dee

Diposting oleh Chrismeina di 05.42


Elektra, Gadis (sebetulnya) Cerdas tapi Polos


Judul               : Supernova Episode: Petir
Pengarang       : DEE
Penerbit           : PT. Truadee Pustaka Sejati
Halaman          : 225 halaman
Terbit               : 2004
Cetakan           : V
Kategori          : Sains-Fiksi
Harga              : Rp 45.000,00

Dalam novel “Supernova Episode: Petir ini menceritakan tentang Elektra, gadis unik dan polos. Unik karena Elektra senang melihat petir sejak kecil, ia pernah kesetrum listrik waktu umur sembilan tahun dan selamat tanpa cedera, dan ia juga pernah lolos dari sambaran halilintar. Elektra tinggal bersama ayahnya, pemilik Wijaya Elektronik dan kakaknya, Watti. Setelah ayahnya meninggal, Elektra tinggal sendiri di rumah peninggalan ayahnya yang besar, sementara Watti harus ikut suaminya ke Tembagapura, Papua. Ia harus mengurus rumah itu sendiri, mulai dari membersihkannya, sampai mengurus keuangan Wijaya Elektronik yang punya banyak piutang tak tertagih. Ia tidak terlalu mengambil pusing atas semua itu, ia tetap menikmati hidup yang sangat sederhana dengan tidur setiap hari, ia hanya akan bangun ketika lapar. Setiap hari yang ia makan hanyalah telur karena keuangan yang  semakin menipis.
Dalam kesendiriannya di rumah itu, Elektra tiba-tiba mendapat tawaran menjadi dosen di STIGAN (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional). ketika sedang mencari perlengkapan untuk melamar ke STIGAN, Elektra bertemu dengan ibu Sati pemilik warung yang menjual rempah-rempah dan barang-barang mistis. Namun, perkenalannya dengan Ibu Sati tidak berhenti sampai disitu saja. Ibu Sati, menemukan adanya keunikan dalam diri Elektra yang bisa dikembangkan dan diarahkan agar bisa dipergunakan dengan lebih baik. Elektra kemudian sering bertemu ibu Sati, entah hanya mampir, membantu ibu Sati di warung, curhat, sampai ia minta untuk diajari bersemedi.
Elektra bertemu teman lamanya, Beatrice, yang ternyata pemilik wartel yang ia gunakan untuk menelpon Watti. Beatrice selain memiliki usaha wartel ia juga merangkap warnet. Kemudian Elektra diajarkan cara membuat email account,. Hasilnya, Elektra kecanduan chatting. Lama-lama Elektra memutuskan untuk membuka warnet juga. Elektra bekerja sama dengan Kewoy dan Mpret dalam membuat warnet lengkap dengan sarana bermain play station dan juga tukang nasi goreng.
Pada suatu hari, secara tidak sengaja Elektra menyetrum Kewoy dan Mpret, mereka sangat terkejut. Namun kekuatan tersebut justru dimanfaatkan oleh bu Sati dan warnet itu pun mengembangkan usahanya menjadi tempat pengobatan alternatif dengan aliran listrik yang dimiliki Elektra. Elektra sempat jatuh sakit karena terlalu memforsir tenaganya. Ibu Sati lah yang membantu Elektra untuk terus mengatur kekuatannya. Belakangan, baru diketahui jika Elektra ternyata juga bisa membaca pikiran seseorang. Pertama kali hal ini disadarinya, ketika Kewoy dengan isengnya meminta rambutnya “dijigrakin”.
Mpret yang cuek bebek dan terkesan tidak suka dengan adanya praktek pengobatan alternatif Elektra, ternyata diam-diam menaruh hati pada Elektra. Kecuekannya itu dan juga ketidaksetujuan atas praktek alternatif itu tujuannya supaya Elektra tidak terlalu lelah. Elektra mengetahui perasaan Mpret tersebut. Pada pesta perayaan ulang tahun Mpret, Kewoy meminta Elektra untuk menunjukkan kebolehannya “menjigrakkan” rambut. Secara otomatis Elektra harus memegang kepala Mpret, dan tiba-tiba Elektra  jatuh pingsan. Kemudian datanglah Bong, yang ternyata adalah sepupu Mpret. Mereka bertemu kembali di Friendster. Ternyata dulu Bong dan Mpret punya hubungan yang erat dan mendalam.
Dalam novel Supernova: Episode Petir ini akhir ceritanya menggantung dan membingungkan sehingga membuat pembaca penasaran. Novel ini juga lebih dekat dengan keseharian kita, sehingga kita tidak perlu berfilosofi. Tokoh-tokohnya terasa nyata, hanya saja dikemas sedikit aneh. Tokoh Elektra, yang (sebetulnya) cerdas tetapi polos; Ibu Sati yang Baik dan bijaksana; Watti yang jahil dan sedikit modern; Kewoy yang konyol dan Mpret yang cool dan cerdas dalam berbisnis. Namun, dalam novel ini kita sedikit dibingungkan oleh berbagai teori-teori kuantum yang ada di dalamnya.
Novel Petir ini menampilkan sesuatu yang berbeda dari dua buku Supernova sebelumnya. Jika pada novel Supernova terdahulu, terkesan serius, misalnya, pada Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh yang diisi dengan berbagai teori-teori sains. Dalam novel Petir, Dee menulis dengan santai, lebih merakyat dan banyak humor-humor atau kata-kata yang tidak membuat kita berpikir seperti pada halaman 166 “Bu saya tahu kenapa ibu memilih pergi ke sini. Oh ya kenapa? Kata orang, disini aktivitas spiritualnya sangat tinggi. Di gua Jepang katanya banyak yang kesurupan. “Wong edan” tukas ibu Sati. Spiritual yang saya maksud lain konotasinya, yang satu bicara tentang jiwa, spirit, yang satunya lagi genderuwo…” Sedangkan dalam novel Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh banyak kata-kata asing yang terlihat begitu sulit untuk dijelaskan sehingga diberi footnote dengan bahasa yang umum untuk memudahkan orang awam dalam membacanya. Namun tetap saja pembaca harus sabar karena novel Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh ini cukup tebal dengan footnote nya yang memakan banyak halaman dalam buku ini.
Menurut saya novel ini tidak cocok dibaca oleh anak-anak, karena anak-anak belum bisa menerima teori-teori yang belum terjangkau oleh pemikiran mereka. Novel ini lebih cocok dibaca oleh orang dewasa karena terdapat motivasi-motivasi tersendiri dalam menghadapi kenyataan hidup yang terkadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

1 komentar on "Resensi Novel Supernova Episode Petir karya Dee"

Liu on 23 April 2015 pukul 17.11 mengatakan...

iya bener banget, awalnya aku tahu dee itu gak sengaja beli novel eh.. keterusan suka deh

Posting Komentar