Elektra,
Gadis (sebetulnya) Cerdas tapi Polos
Judul : Supernova Episode: Petir
Pengarang : DEE
Penerbit : PT. Truadee Pustaka Sejati
Halaman : 225 halaman
Terbit : 2004
Cetakan : V
Kategori : Sains-Fiksi
Harga : Rp 45.000,00
Dalam novel “Supernova Episode: Petir ini menceritakan tentang
Elektra, gadis unik dan polos. Unik karena Elektra senang melihat petir sejak
kecil, ia pernah kesetrum listrik waktu umur sembilan tahun dan selamat tanpa
cedera, dan ia juga pernah lolos dari sambaran halilintar. Elektra tinggal bersama
ayahnya, pemilik Wijaya Elektronik dan kakaknya, Watti. Setelah ayahnya
meninggal, Elektra tinggal sendiri di rumah peninggalan ayahnya yang besar, sementara
Watti harus ikut suaminya ke Tembagapura, Papua. Ia harus mengurus rumah itu
sendiri, mulai dari membersihkannya, sampai mengurus keuangan Wijaya Elektronik
yang punya banyak piutang tak tertagih. Ia tidak terlalu mengambil pusing atas
semua itu, ia tetap menikmati hidup yang sangat sederhana dengan tidur setiap
hari, ia hanya akan bangun ketika lapar. Setiap hari yang ia makan hanyalah
telur karena keuangan yang semakin
menipis.
Dalam kesendiriannya di rumah itu, Elektra tiba-tiba mendapat
tawaran menjadi dosen di STIGAN (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional). ketika
sedang mencari perlengkapan untuk melamar ke STIGAN, Elektra bertemu dengan ibu
Sati pemilik warung yang menjual rempah-rempah dan barang-barang mistis. Namun,
perkenalannya dengan Ibu Sati tidak berhenti sampai disitu saja. Ibu Sati,
menemukan adanya keunikan dalam diri Elektra yang bisa dikembangkan dan
diarahkan agar bisa dipergunakan dengan lebih baik. Elektra kemudian sering
bertemu ibu Sati, entah hanya mampir, membantu ibu Sati di warung, curhat,
sampai ia minta untuk diajari bersemedi.
Elektra bertemu teman lamanya, Beatrice, yang ternyata pemilik
wartel yang ia gunakan untuk menelpon Watti. Beatrice selain memiliki usaha
wartel ia juga merangkap warnet. Kemudian Elektra diajarkan cara membuat email account,. Hasilnya, Elektra
kecanduan chatting. Lama-lama Elektra
memutuskan untuk membuka warnet juga. Elektra bekerja sama dengan Kewoy dan Mpret
dalam membuat warnet lengkap dengan sarana bermain play station dan juga tukang nasi goreng.
Pada suatu hari, secara tidak sengaja Elektra menyetrum Kewoy dan
Mpret, mereka sangat terkejut. Namun kekuatan tersebut justru dimanfaatkan oleh
bu Sati dan warnet itu pun mengembangkan usahanya menjadi tempat pengobatan
alternatif dengan aliran listrik yang dimiliki Elektra. Elektra sempat jatuh
sakit karena terlalu memforsir tenaganya. Ibu Sati lah yang membantu Elektra
untuk terus mengatur kekuatannya. Belakangan, baru diketahui jika Elektra
ternyata juga bisa membaca pikiran seseorang. Pertama kali hal ini disadarinya,
ketika Kewoy dengan isengnya meminta rambutnya “dijigrakin”.
Mpret yang cuek bebek dan terkesan tidak suka dengan adanya praktek
pengobatan alternatif Elektra, ternyata diam-diam menaruh hati pada Elektra.
Kecuekannya itu dan juga ketidaksetujuan atas praktek alternatif itu tujuannya
supaya Elektra tidak terlalu lelah. Elektra mengetahui perasaan Mpret tersebut.
Pada pesta perayaan ulang tahun Mpret, Kewoy meminta Elektra untuk menunjukkan
kebolehannya “menjigrakkan” rambut. Secara otomatis Elektra harus memegang
kepala Mpret, dan tiba-tiba Elektra jatuh pingsan. Kemudian datanglah Bong, yang
ternyata adalah sepupu Mpret. Mereka bertemu kembali di Friendster. Ternyata dulu Bong dan Mpret punya hubungan yang erat
dan mendalam.
Dalam novel Supernova: Episode Petir ini akhir ceritanya menggantung
dan membingungkan sehingga membuat pembaca penasaran. Novel ini juga lebih
dekat dengan keseharian kita, sehingga kita tidak perlu berfilosofi.
Tokoh-tokohnya terasa nyata, hanya saja dikemas sedikit aneh. Tokoh Elektra,
yang (sebetulnya) cerdas tetapi polos; Ibu Sati yang Baik dan bijaksana; Watti
yang jahil dan sedikit modern; Kewoy yang konyol dan Mpret yang cool dan cerdas
dalam berbisnis. Namun, dalam novel ini kita sedikit dibingungkan oleh berbagai
teori-teori kuantum yang ada di dalamnya.
Novel Petir ini menampilkan sesuatu yang berbeda dari dua buku
Supernova sebelumnya. Jika pada novel Supernova terdahulu, terkesan serius,
misalnya, pada Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh yang diisi dengan berbagai
teori-teori sains. Dalam novel Petir, Dee menulis dengan santai, lebih merakyat
dan banyak humor-humor atau kata-kata yang tidak membuat kita berpikir seperti
pada halaman 166 “Bu saya tahu kenapa ibu
memilih pergi ke sini. Oh ya kenapa? Kata orang, disini aktivitas spiritualnya
sangat tinggi. Di gua Jepang katanya banyak yang kesurupan. “Wong edan” tukas
ibu Sati. Spiritual yang saya maksud lain konotasinya, yang satu bicara tentang
jiwa, spirit, yang satunya lagi genderuwo…” Sedangkan dalam novel Kesatria,
Puteri dan Bintang Jatuh banyak kata-kata asing yang terlihat begitu sulit
untuk dijelaskan sehingga diberi footnote
dengan bahasa yang umum untuk memudahkan orang awam dalam membacanya. Namun
tetap saja pembaca harus sabar karena novel Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh
ini cukup tebal dengan footnote nya
yang memakan banyak halaman dalam buku ini.
Menurut saya novel ini tidak cocok dibaca oleh anak-anak, karena
anak-anak belum bisa menerima teori-teori yang belum terjangkau oleh pemikiran
mereka. Novel ini lebih cocok dibaca oleh orang dewasa karena terdapat
motivasi-motivasi tersendiri dalam menghadapi kenyataan hidup yang terkadang
tidak sesuai dengan yang kita harapkan.